
Tumor di Wajah Tak Hentikan Abah Rawat 5 Cucunya
terkumpul dari target Rp 60.000.000
Di usia 65 tahun, Abah Ending belum bisa istirahat. Setiap pagi, beliau berangkat dari rumah sejauh 4 km, menuruni jalan kampung, buat sampai ke tempat mangkal becaknya. Bukan becak sendiri, tetapi itu becak sewaan. Abah harus bayar Rp5.000, padahal pendapatannya nggak tentu. Kadang dapat Rp20.000, kadang Rp10.000, kadang pulang nggak bawa apa-apa.
Abah udah nggak kuat sebenarnya. Di wajahnya ada tumor yang tumbuh dari kecil, makin hari makin besar, sampai bikin penglihatan sebelah matanya hilang. Tapi karena nggak ada biaya buat berobat, Abah cuma bisa tahan-tahanin.
Dulu, Abah punya becak sendiri. Tapi udah dijual buat biaya makan. Sekarang, Abah tetap narik becak walau hujan atau panas. Karena beliau bukan cuma cari makan buat dirinya sendiri.
Abah tinggal ber-7 di rumah. Anak perempuannya ditinggal suami, dan Abah ikut bantu nafkahin 5 cucunya yang masih kecil. Bahkan ada yang baru 2 tahun. Kalau ibunya kerja, cucunya diasuh sama Abah. Disuapin, diajak main, diajak keliling naik becak supaya nggak rewel.
Buat makan pun Abah irit banget. Kadang cuma daun singkong dan sambal. Pernah juga cuma nasi sama garam. Kalau bisa makan ayam, itu udah mewah. Kadang saat narik becak, Abah bawa bekal, kadang nggak. Kalau nggak ada uang, ya puasa dulu sampai dapat penumpang. Buat beli satu bungkus lauk Rp3.000 pun dipikir-pikir dulu, karena uang itu harus dipakai buat kebutuhan lain.
Abah juga sering bantu orang lain, nganter tetangga yang jompo tanpa minta upah, atau bantu di sawah dibayar pakai beras. Kalau dapat uang lebih, Abah tetap sisihin buat amal di masjid.
“Abah mah nggak apa-apa sedikit. Yang penting cucu bisa makan,” katanya.
Meski cobaan yang dihadapinya berat, Abah nggak pernah mengeluh. Tapi dalam hatinya beliau punya harapan untuk beristirahat di usia senjanya dan bisa berhenti ngebecak, buka usaha kecil di rumah bareng anaknya.

Tumor di Wajah Tak Hentikan Abah Rawat 5 Cucunya
terkumpul dari target Rp 60.000.000