
Sisa Tenaga Mak Ikah Untuk Melanjtkan Hidupnya
terkumpul dari target Rp 60.000.000
Di sebuah kampung kecil yang sunyi, hiduplah seorang nenek berusia 95 tahun bernama Mak Ikah. Rambutnya telah memutih seluruhnya, punggungnya mulai membungkuk, namun langkah-langkah kecilnya tetap ia kayuhkan setiap pagi menuju hutan. Ia pergi seorang diri, membawa keranjang rotan tua warisan almarhum suaminya—satu-satunya peninggalan yang masih ia genggam erat.

Suaminya telah lama pergi meninggalkannya. Sejak itu, Mak Ikah menjalani hari-harinya dalam kesendirian, ditemani hanya oleh suara angin dan dedaunan yang jatuh. Untuk bertahan hidup, Mak Ikah mencari kayu bakar di hutan dan menjualnya ke warga kampung. Dari hasil jerih payahnya, ia hanya mendapatkan 15 hingga 20 ribu rupiah setiap harinya—itu pun bila kayunya kering dan layak jual.

Mak ikah juga bukan hanya pencari kayu bakar kadang ia juga mencari biji kopi bekas petani dan ia ambil yang sudah di bawahnya saja tidak mengambil di pohon nya langsung.

Ia tinggal di rumah sederhana yang tidak ada listriknya dan tidak ada kompor gas jika ingin memasak sesuatu ia hanya bisa menyalakan api di tungku yang sudah tua.

Namun musim hujan tiba. Tanah menjadi becek, pijakan menjadi licin, dan kayu-kayu yang ia kumpulkan selalu basah. Mak Ikah sering terduduk di antara pepohonan, kelelahan. Tangan tuanya gemetar memungut batang kayu yang lembap, tahu bahwa kayu basah itu takkan laku di pasar kecil kampungnya.

Sering kali ia pulang tanpa hasil. Bajunya basah, tubuhnya menggigil, namun wajahnya tetap berusaha tersenyum walau hatinya terasa remuk. “Yang penting masih bisa jalan,” gumamnya perlahan, mencoba menguatkan diri.
Di balik semua rasa lelah itu, Mak Ikah menyimpan sebuah harapan kecil namun begitu besar baginya:
Ia ingin memiliki warung sederhana. Sebuah tempat kecil di depan rumah kontrakannya, di mana ia bisa menjual minuman hangat, gorengan, atau kebutuhan sehari-hari. Ia ingin berhenti berkeliling hutan, berhenti membawa beban berat, dan menjalani sisa hidupnya dengan tenang.
“Kalau punya warung… Mak tidak perlu jalan jauh lagi,” ucapnya sambil menatap langit senja yang mulai memerah. Ada kerinduan di matanya—kerinduan akan hari-hari yang lebih ringan, lebih damai, lebih manusiawi.
Mak Ikah tahu mimpinya sederhana, namun baginya itulah harapan terbesar untuk hidup lebih layak di usia senjanya. Setiap potongan kayu bakar yang ia kumpulkan, setiap langkah kecil yang ia ayunkan, semuanya ia lakukan demi impiannya membuka usaha kecil, agar ia tak perlu lagi berjuang sendirian di tengah hutan yang basah dan dingin.
Dan hingga hari ini, Mak Ikah masih berjalan. Meskipun pelan, meskipun letih, ia tetap melangkah—karena harapan kecil itulah yang membuat hatinya tetap hangat.
Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh Mak Ikah untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN.
Sisa Tenaga Mak Ikah Untuk Melanjtkan Hidupnya
terkumpul dari target Rp 60.000.000
