
Sering Menunggak Temani Perjuangan Lansia Demi 10Rb
terkumpul dari target Rp 20.000.000
Siapa sangka, di balik senyum dan basa-basi ramahnya, Abah Sumarna (69) tengah memanggul beban hidup yang berat. Setiap hari, Abah berjalan kaki puluhan kilometer keliling kota untuk berjualan kopi seduh. Bukan perkara mudah di usianya yang hampir 70 tahun, namun tak ada pilihan lain selain bertahan. “Abah jualan begini mah udah biasa, yang penting masih bisa jalan dan basa-basi sama pembeli, biar mereka senang duluan,” ujar Abah pelan.
Meski lelah, Abah tak pernah berhenti menyusuri jalanan kota sejak pagi hingga sore. Setiap harinya ia hanya mendapat untung sekitar 20 sampai 30 ribu rupiah. Jumlah yang jauh dari cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, apalagi membayar kontrakan yang mencapai 500 ribu per bulan. Namun dengan sabar, Abah terus menabung sedikit demi sedikit.“Jika ada uang ya tidak akan menunggak, tetapi karena tidak ada ya menunggak, hanya bisa 10 ribu abah mengumpulkan dari untung untuk kontrakan” katanya.
Di mana Abah biasa berjualan? Di jalan-jalan padat lalu lintas dan trotoar kota. Tempat yang ramai, namun tak selalu menghasilkan. Para pembeli kopi kini lebih memilih minuman instan atau warung kekinian. Tapi Abah tetap setia dengan termos dan gelas plastiknya. “Sekarang mah saingannya banyak, tapi Abah tetap jualan aja, siapa tahu ada yang kasihan sama Abah karena Abah suka basa-basi dulu, nanya kabar gitu,” ucapnya.
Kapan Abah memulai aktivitasnya? Sejak matahari belum tinggi, ia sudah mulai melangkah. Dari pukul 6 pagi hingga sekitar jam 2 siang, Abah keliling tanpa lelah. Jika hari sedang baik, ia bisa menjual belasan gelas kopi. Namun jika sedang sepi, jangankan kopi, bahkan basa-basi pun tak digubris orang. “Kalau udah capek banget, Abah kadang cuma duduk aja di pinggir jalan, berharap ada yang lewat, bisa diajak basa-basi... sekalian nawarin kopi,” tutur Abah lirih.
Mengapa Abah terus bertahan dalam kondisi ini? Karena kenangan akan almarhumah istrinya. Dulu, mereka berjualan nasi kuning bersama. Kini setelah sang istri tiada, Abah hanya bisa mengenang sembari terus berjualan kopi untuk menyambung hidup. “Jika masih ada emak dlu masih berjualan nasi kuning, dan setelah emak meninggal Abah tidak bisa apa apa, jadinya berjualan kopi” ujarnya sambil memandangi jalanan yang tak henti ia telusuri setiap hari.
Dalam kondisi sakit pun Abah tetapi memaksakan diri, jika memang sudah sangat parah, barulah abah beristirahat, bila ada modal usaha abah tetap ingin berjualan yang kopi sedih, tetapi menginginkan variasi lainnya agar lebih menarik. Jadi #TemanBerbagi, mari kita bantu Abah Sumarna dengan Modal Usaha demi kesejahteraannya.

Sering Menunggak Temani Perjuangan Lansia Demi 10Rb
terkumpul dari target Rp 20.000.000