
Tongkat Harapan Pijakan Kaki Seorang Pahlawan Keluarga
terkumpul dari target Rp 20.000.000
Kadang kita lupa bahwa dibalik jalanan kota yang ramai, ada kisah-kisah perjuangan yang tak terdengar. Salah satunya datang dari Abah Obi Sutardi, seorang lansia berusia 60 tahun yang masih setia berkeliling menjual kerupuk Palembang. Bersama sang istri, Ibu Sopiah, yang tunanetra sejak lahir, Abah menjajakan dagangan dengan kondisi kaki yang lumpuh dan hanya bisa berjalan dengan alat bantu. Meski raga terbatas, semangat mereka tak pernah surut. Sungguh, kadang hati manusia memang lebih kuat dari tubuhnya.
Setiap hari, sejak matahari baru naik hingga menjelang sore, Abah dan istrinya menyusuri jalanan kota. Mereka menempuh jarak hingga belasan kilometer demi menjajakan kerupuk. Bayangkan, dalam usia yang tak lagi muda dan kondisi tubuh yang lemah, mereka tetap teguh melangkah. “Kalau saya masih kuat untuk kerja, saya memilih kerja daripada minta-minta” tutur Abah. Kehidupan memang tidak selalu ramah, tapi Abah dan Ibu Sopiah tak pernah membiarkan kenyataan menghentikan mereka. Hari demi hari, langkah demi langkah, mereka terus berjuang.
Kalau boleh memilih, tentu Abah ingin beristirahat di rumah bersama keluarganya. Tapi realita berkata lain. Kerupuk yang mereka jual bukanlah milik sendiri, melainkan titipan orang lain. Setiap hasil penjualan pun harus dibagi dua. Ditambah ongkos pulang pergi ke kota yang mencapai 60 ribu rupiah, Abah hanya bisa membawa pulang sekitar 50 ribu untuk kebutuhan sehari-hari. Hidup sederhana bukan pilihan, tapi keharusan. Dan di tengah keterbatasan itu, Abah tetap memilih bersyukur.
Dua anak Abah masih duduk di bangku SD dan SMA, dan tentu saja biaya sekolah bukanlah hal kecil. Karena itulah, Ibu Sopiah selalu ikut berdagang. Bukan karena tak percaya meninggalkan beliau di rumah, tapi karena rasa cemas jika ditinggal sendirian. “Emak Abah bawa, biar bisa dipantau,” ucap Abah lirih. Memang kadang hidup memaksa kita menjadi kuat, bahkan saat kondisi tak memungkinkan. Tapi demi anak-anak, tak ada pengorbanan yang terasa sia-sia.
Mereka tak pernah menuntut banyak. Hanya ingin anak-anaknya bisa sekolah dengan tenang dan hidup lebih baik kelak. Dalam setiap kerupuk yang dijual, ada doa yang tersembunyi, ada harapan kecil untuk masa depan yang lebih terang. “Yang penting anak-anak bisa makan dan sekolah, itu aja udah cukup buat Abah,” katanya. Kadang, kebahagiaan memang sesederhana itu: melihat orang yang kita cintai bisa hidup lebih baik, meski harus menukar kenyamanan diri sendiri.
Jika ada modal usaha abah ingin sekali memiliki warung sendiri di rumah, agar tidak terlalu capek berjalan jauh terus, emak juga jadi bisa dirumah, terpantau juga sama abah jadi bisa lebih tenang. Jadi #TemanBerbagi, mari kita bantu wujudkan mimpi abah dan istrinya memiliki warung sendiri

Tongkat Harapan Pijakan Kaki Seorang Pahlawan Keluarga
terkumpul dari target Rp 20.000.000